Ingatlah Hari Ini (Bagian 14)



Erick mengenal Tania sejak lama, tetapi tak urung dia merasa heran juga. Tania cepat membuat hubungannya dengan Anne seperti sahabat yang baru bertemu. Tania bercanda dan bercerita dunia SMA-nya dan Anne terlihat mengagumi Tania seperti saudara perempuannya sendiri.

“Tapi aku masih tidak mengerti, kalau Kak Tania sama Kak Erick agak berbeda.”

Tania tertawa keras. Erick tersenyum kecil.

“Itu pertanyaan yang sering kami dengar sejak kecil.” Tania menepuk bahu Erick. “Orangtua kami itu campuran Indonesia Selandia Baru. Aku lebih banyak bulenya, dia kebanyakan Indonesia.”

“Pasti banyak cowok yang suka sama Kak Tania.”

Tania meletakkan telunjuk pada bibirnya. “Udah. Nggak usah panggil aku dengan Kak. Cepat atau lambat justru aku yang memanggil kamu dengan Kak karena kamu istri kakakku. Dan mengenai cowok—”

Tania mengetuk-ngetuk kepalanya. “Kalau aku bilang entar dibilang sombong.”

“Memangnya ngomong kayak gitu barusan nggak sombong, Sis?” Erick menggoda.

“Iya, sih. Bagaimana lagi, salah sendiri kenapa aku ditanya?”

Anne tidak bisa menawan ketawa. “Kalian kompak banget kalau ngocol.”

“Kamu pasti tidak mengira bahwa setelah sekian lama, baru beberapa hari yang lalu aku ketemu dia lagi.” Erick menoleh pada Tania. “Tapi sudahlah, itu masa lalu. Oh, ya. Aku tidak bisa menemani kalian lama-lama, ada yang harus aku kerjakan. Kalian aku tinggal berdua nggak apa-apa, kan?”

“Nah, Ne. Kita dianggap anak kecil, perlu dikuatirin.”

Erick mengacak-acak rambut Tania. “Percaya deh. Kalian pesan aja kalau laper atau haus. Nomer telepon resto dan beverages ada di mejaku.” Erick bangkit dan berjalan menuju pintu.

“Ne,” Tania bersuara ketika melihat pintu sudah tertutup kembali. “Aku ingin bicarakan sesuatu sama kamu. Sebelumnya aku minta maaf, jika mungkin kata-kataku membuatmu merasa tidak enak. Aku sayang sama kakakku, dan aku juga mulai menyukaimu. Aku rasa Erick memilih cewek yang tepat. Aku ingin hubungan kalian adil bagi kalian berdua. Tidak ada yang dirugikan.”

Anne salah tingkah. Ia ingin mengatakan sesuatu untuk menyembunyikan malu, tetapi tidak menemukan kata-kata yang tepat.

“Kamu tahu kalau Erick gay?”

Anne mengangguk.

“Kenapa kamu menyukainya? Maaf, kamu tahu kan gay itu apa?”

Anne mengangguk lagi. “Erick baik.”

“Berapa lama kalian kenal?”

“Baru saja.”

Raut muka Anne masih membuat Tania ragu apakah Anne mengerti apa yang dibicarakannya.

“Ne, kalian mungkin sampai ke jenjang pernikahan. Dan sekali lagi maaf—“

“Jangan meminta maaf terus, Kak. Katakan saja apa adanya.”

“Aku tahu kamu masih belia. Tetapi mau tidak mau aku harus membicarakan ini karena kalian pacaran. Kita sama-sama wanita, aku anggap kita berpikiran sama mengenai pernikahan. Jika kalian sampai menikah nanti, cepat atau lambat kalian—“ Tania ragu meneruskan kata-katanya. “Berhubungan badan.” Mata Tania berusaha mengartikan raut muka Anne, tetapi ia tidak mendapatkan sesuatu yang berarti. Anne tampak biasa-biasa saja.

Anne mengangguk. Pipinya memerah.

“Dan karena Erick gay. Ada kemungkinan Erick tidak bisa melakukannya dengan kamu. Menurutmu bagaimana?”

“Aku akan tetap menjadi istrinya. Bagaimana mungkin Erick akan berubah jika semua orang menjauhinya. Banyak orang ingin orang-orang semacam Erick sembuh, tetapi mereka tidak mau mengetahui masalah yang sebenarnya. Jika ada orang yang bisa menjadi gay, maka aku rasa juga bisa sebaliknya.”

Tania masih ragu. Jawaban Anne terlalu naif. Tania tidak yakin Anne benar-benar memahami kata-katanya sendiri.

“Kalian pernah kissing?” Pipi Tania sendiri memerah. Ia sendiri pasti marah pada orang yang menanyakan hal yang sangat pribadi itu kepadanya.

Rona kemerahan semakin menyebar di wajah Anne. Ia menundukkan kepala sampai mengenai lutut. Beberapa saat kemudian, ia menaikkan lagi. Ia mengangguk.

French kiss?”

Anne mengangguk.

“Menurutmu, apakah Erick bisa—“

“Aku tahu maksudmu Kak—“

“Panggil saja Tania.”

“Ini memang pertama kalinya aku punya pacar. Apa yang kulakukan dengan Erick serba pertama kali. Tetapi aku rasa Erick tidak berpura-pura.”

“Bagaimana kamu tahu Erick tidak pura-pura sementara ini yang pertama buat kamu?”

“Agak sulit menjelaskan itu Tania. Aku cuma merasakan. Mungkin kamu bisa menjelaskan ke aku. Kamu sendiri bagaimana?”

Tania menyandarkan kepala ke bantal di sofa. Matanya terpejam. “Aku belum pernah.”

Anne kaget, antara percaya dan tidak.

“Ya, sudahlah, Ne. Aku tidak mau mencampuri hubungan kalian terlalu dalam. Aku hanya ingin memastikan kalian berdua bahagia. Aku tidak ingin melihat kalian bercerai hanya karena masalah yang seharusnya sudah jelas sejak awal. Aku sangat berharap kalian tidak salah pilih, kakakku berubah dan aku bakal punya keponakan.”

“Terima kasih, Nia.”

Erick muncul lagi. Tangannya membawa black forest. Tania shock. Pembicaraan tentang berat badan segera menjadi topik hangat mereka bertiga. Anne merayu Tania mati-matian karena sedang diet. Anne sendiri malu jika terlihat terlalu rakus menghabiskan satu lingkaran makanan berbau rhum itu.

Tania mengantarkan Anne ke rumahnya. Di tengah perjalanan pulang, Tania mengirim pesan lewat ponsel untuk bertemu kakaknya. Erick membalas untuk menemuinya di coffee shop depan hotelnya.

“Jujur sama aku Kak. Kenapa kamu memilih pacar sebelia Anne? Kamu yakin Anne bisa memahami keadaanmu? Aku rasa ini tidak adil bagi Anne jika di kemudian hari ia baru tahu apa-apa tentang kamu.” Tania duduk di depan Erick. Bau latte membuatnya tak tahan untuk menyesap, tetapi hatinya sudah tidak sabar menyimpan pertanyaan tadi beberapa jam yang lalu.

“Aku tidak tahu kapan aku jatuh cinta. Kamu?” Erick menarik nafas. “Aku ingin berubah dari dulu. Kesempatan-kesempatan untuk itu sering aku lewatkan. Aku tidak ingin melewatkannya kali ini.“

Tania dengan suara pelan, bertanya lagi, “Kakak sudah pernah menciumnya?”

Erick melirik Tania. Ada perasaan enggan membicarakan hal-hal seperti ini pada Tania meskipun Erick mengetahui maksudnya.

“Kenapa, sih pengin tahu gituan? Kamu nggak pernah ya, terus sekarang pengin belajar dari aku?”

Tania mencubit lengan Erick. Dagu Erick naik turun. Tangannya mengaduk-aduk Latte. Kebiasaan ini belum pernah dilakukan Erick sebelumnya karena Erick menyukai memandang berlama-lama hasil karya barista di atas kopinya.

“Apa menurut Kakak itu pantas untuk perempuan seusia Anne?”

“Maksudmu apa? Dia bukan anak kecil. Umurnya sudah delapan belas. Kamu kuatir dosaku dobel dari homo jadi—”

Tania menepuk lengan Erick. “Kak. Bukan itu maksudku. Jangan salah sangka. Aku itu sayang sama kamu. Aku nggak pengin kakak—”

“Mengulangi kesalahan keduakalinya? Gitu, kan, maksudmu? Memangnya siapa diantara kita yang lebih tua? Siapa yang hidup di jalanan sejak kecil. Dan sekarang kamu mau bilang kamu yang benar dan aku iblisnya? Dengar Tania. Aku tidak menjadikan Anne sebagai korban atau percobaan agar aku sembuh. Aku benar-benar mencintainya. Justru dialah yang menginginkan aku berubah dengan cara yang tidak pernah dilakukan orang-orang lain sebelumnya.”

“Kak.” Tania hampir menangis.

Bersambung...

Bagian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16

sumber gambar: Marie-Laurie, weheartit.com

Ingatlah Hari Ini (Bagian 14) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Good Dreamer

0 komentar:

Posting Komentar