Bonica Klamben


Ini kisah tentang gadis kurang kerjaan bernama Bonica Klamben. Maaf, bukan jenis gadis yang menarik. Rambutnya selalu terurai pasrah. Kelihatannya dia tidak mengenal sisir. Matanya tak semetris. Yang paling kiri agak besar dari yang kanan. Tubuhnya cukup tinggi, seratus tujuh puluh dua. Bagi orang lain, penampakannya biasa saja. Bagi Donny dia adalah dewi.

Suara ambulan memekakkan telinga. Donny duduk di dalam mobil itu, di samping tubuh Bonica. Berbagai selang menghubungkan beberapa bagian tubuhnya. Sebagian ke sebuah alat pendeteksi detak jantung. Sebuah ke tabung oksigen. Sebuah selang entah untuk apa, berisi cairan berwarna merah.

***

Donny dengan cemas memperhatikan tingkah laku paramedis merawat Bonica.

Seharusnya kamu tidak disana, Bonica. Kenapa kamu keras kepala? Donny berkali-kali menarik-narik rambutnya. Suara alat pemacu jantung membuat Donny bertambah frustasi.

“Jangan berhadapan dengan mereka,” seru Bonica.

“Memangnya kenapa? Aku bukan penakut.” Donny tak kalah keras berseru.

“Ini bukan masalah takut atau tidak. Kamu tidak tahu siapa dibalik mereka. Pimpinan geng GAS itu anak pejabat. Kalaupun kamu menang, polisi akan segera mencarimu.”

“Sudah aku bilang aku tidak takut. Lokeswara sudah merebut pacarku. Apa menurutmu aku tidak banci kalau bisanya cuma diam.”

“Diam tidak berarti banci. Diam juga berarti berisi,” Bonica mendekati Donny. “Kalau cuma masalah pacar, kenapa sih kamu tidak cari yang lain? Kata orang, jumlah cewek lebih banyak dari cowok. Itu artinya kamu bisa memilih cewek mana saja.”

“Aku mencintai Elisa.”

Bonica tertawa terbahak-bahak. Donny benar-benar menganggap tawa Bonica busuk. Harga dirinya semakin menuntut pembalasan.

“Makan tuh cinta. Lebay banget jadi cowok. Kalau Elisa bisa enak-enakan cari pacar lain, ngapain juga kamu pikirin. Cari aja yang lain.”

***

Donny pikir berkelahi itu seperti di fim-film. Mereka berkelahi seperti mainan di bar. Hanya memukul lucu-lucuan ke orang. Kadang diselingi dengan hantaman botol minuman keras. Donny kira, berkelahi itu cuma adu tubuh, adu keberanian, saling gertak dan saling ancam.

Tetapi yang dihadapi Donny tidak seperti itu. Geng GAS, gabungan anak setan, mengeluarkan 3 mobil terbaiknya. Satu mobil jeep bak terbuka tampak lebih mentereng. Kap mesin dipoles krom. Semua mata anak buah geng motor Donny langsung silau ketika salah seorang anak buah Lokeswara membuka terpal kap mobil.

Donny tak sempat takut. Suara Bonica mengiang sekali lagi, “Jangan hadapi mereka,” sebelum tangan Lokesware mengacung, “Serang.”

Tongkat baseball Lokeswara berputar-putar mengejar posisinya. Donny berada pada keadaan antara mimpi dan kenyataan. Ini perkelahian. Bukan mainan. Tidak ada tendangan Tae Kwon Do yang dapat digunakannya. Pun tak mungkin menyerang Lokes dengan tangannya. Musuhnya menggunakan tongkat baseball seperti badai.

Punggungnya menyentuh pohon. Suatu siasat tiba-tiba menghinggapinya. Ia menunggu Lokes mengayunkan tongkatnya. Ketika ayunanannya hampir menyentuh pinggangnya, Donny menggeser dan memutar tubuhnya menjauhi tongkat. Pukulan Lokes menghantam pohon. Sejenak serangannya berhenti. Donny mempunyai kesempatan mengangkat kakinya. Diarahkan tumitnya ke dada Lokes.

Ajaib. Lokes bergeming. Donny merasakan kesakitan pada lututnya. Sepertinya dua tulang di lututnya saling beradu sendiri. Ia terjengkang. Lokes kesetanan. Kedua tangannya memegang tongkat tinggi-tinggi, siap menjadikan Donny tumpuan kemarahannya.

Donny bergegas menggerakkan tubuhnya. Keringat dingin turun di dahinya manakala menyadari kakinya seperti kehilangan daya. Sebuah kakinya diinjak oleh Lokes, sedang kaki satunya cuma pasrah tak mau menuruti keinginannya.

Donny memejamkan mata. Terjadilah apa yang harus terjadi. Dia sendiri yang menantang Lokes. Donny sendiri yang bersikeras merebut Elisa. Dan

Krakk…..

Donny tak merasakan apa-apa. Ia membuka mata untuk melihat apa yang terjadi. Matanya terbelalak ketika melihat Bonica jatuh ke pelukannya. Punggung Bonika menghadap ke arah Lokes. Donny tidak mau membayangkan apa yang terjadi. Ia hanya sibuk membangunkan Bonica.

Lokes sama terbelalaknya dengan Donny. Ketika kesadarannya pulih, ia cepat-cepat berteriak, “Pergi dari sini. Cepat!”

***

Donny mengusap-usap tangan gadis itu. Masih hangat, tetapi Donny merasa bahwa kehangatan tubuh Bonica semakin pergi. Diciumnya punggung tangannya; berharap bahwa itu dapat menyembuhkannya.

Donny membuka mata. Ujung jari telunjuk Bonica bergerak.

“Terima kasih, Tuhan.” Donny bergegas mendekatkan mulutnya pada telinga Bonica.

Gadis itu menatapnya nanar. Ia memberi isyarat dengan tangannya agar Donny lebih mendekatinya. Donny maklum. Ia pasti ingin mengucapkan sesuatu.

“Aaaaakuuuu men..cintaimu.” Suara Bonica lebih mirip mendesah. Gabungan beberapa katanya diucapkan dengan jarak berjauhan.

Donnya mencium punggung tangan Bonica.

“Aku janji Bonica. Sesudah kamu sembuh, aku mau jadi kekasihmu.”

Bulir air mata jatuh di kedua sudut mata Bonica. Matanya menutup, seiring dengan bergantinya mesin pendeteksi pacu jantung dari bunyi pendek-pendek menjadi bunyi panjang tanpa henti.

“Tidak Bonica. Tolong, jangan pergi.”

Bonica Klamben Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Good Dreamer

0 komentar:

Posting Komentar